Mengenal Risko IT Governance
Tulisan kali memperkenalkan skala risk atau resiko. Ada tiga resiko atau risk dalam organisasi di dalam ilmu management yaitu Risk Appetite, Risk Tolerance, dan Risk Attitude. Berikut ini dijelaskan secara sederhanas sebagai berikut;
- Risk Appetite (harafiah: selera/nafsu) adalah suatu keadaan di mana organisasi memilih untuk menerima, memantau, mempertahankan diri, atau memaksimalkan diri melalui peluang-peluang yang ada. Berbeda dengan risk tolerance dan attitude, risk appetite ini ada dalam perspektif perusahaan.
- Risk Tolerance adalah sejumlah dampak negatif yang berani diambil oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan mereka.
- Risk Attitude adalah opsi-opsi umum dan keseluruhan gaya manajemen dari suatu organisasi untuk menerapkan suatu cara dalam mengalihkan risiko mereka.Dalam upaya mencapai tujuan, suatu organisasi pasti menghadapi risiko setiap harinya. Dalam tanggung jawabnya sebagai pimpinan puncak organisasi, Board (di Indonesia sering dikenal dengan Dewan Direksi) harus berurusan dengan pertanyaan mendasar: risiko apa yang dapat diterima dalam mencapai tujuan organisasi tersebut? Kemudian, seberapa banyak dan seberapa besar risiko tersebut diterima?

Risiko yang dapat diterima, dalam
dunia manajemen risiko lebih populer dikenal dengan istilah Risk Appetite.
Bukan sebuah istilah yang akrab di telinga masyarakat umum memang, hal itulah
yang melandasi saya untuk mencoba memberikan ‘perkenalan’ kepada khalayak
tentang istilah ini. Apakah Risk Appetite itu? Menurut Oxford
Dictionaries, appetite memiliki arti ‘A natural desire to satisfy
a bodily need, especially for food’. Tak jauh berbeda dari arti secara
harfiah tersebut, dalam keilmuan Risk Management, istilah appetite
diartikan sebagai selera board dalam memandang risiko organisasi.
Menurut COSO ERM, Risk Appetite adalah sejumlah risiko, pada tingkatan
manajemen/board, di mana sebuah organisasi bersedia menerima risiko tersebut.
Sampai saat ini, masih banyak
organisasi melihat risk appetite sebagai subyek diskusi teoritis menarik
tentang risiko dan manajemen risiko, tetapi tidak pernah secara efektif
mengintegrasikan konsep tersebut dalam perencanaan strategis atau pengambilan
keputusan sehari-hari, terlebih dalam penerapan manajemen risiko. Padahal, jika
risk appetite dikomunikasikan dengan baik, risk appetite memberikan
batas yang jelas tentang jumlah risiko suatu organisasi yang dapat diterima,
sehingga mampu memberikan arahan yang jelas kepada manajemen selaku pelaksana.
Sebuah organisasi dengan risk appetite yang agresif atau tinggi maka
mungkin menetapkan tujuan yang agresif, sementara sebuah organisasi yang
menghindari risiko, biasanya risk appetite akan ditetapkan rendah dan
mungkin menetapkan tujuan yang konservatif. Ketika dikomunikasikan dengan baik,
risk appetite dapat dijadikan sebagai panduan manajemen dalam menetapkan
tujuan dan membuat keputusan sehingga organisasi lebih mungkin untuk mencapai
tujuannya.
Sebuah organisasi harus
mempertimbangkan risk appetite-nya bersamaan dengan ditetapkannya tujuan
organisasi dan taktik operasional untuk mencapai tujuan tersebut. Nah, untuk
menentukan risk appetite, manajemen dengan reviu dan persetujuan dari board,
harus mengambil tiga langkah:
- Mengembangkan risk appetite
- Mengkomunikasikan risk appetite
- Memantau dan memperbarui risk appetite
Pertama, mengembangkan risk
appetite bukan berarti menghindarkan risiko sebagai bagian dari inisiatif
strategi organisasi. Justru sebaliknya, ketika organisasi menetapkan tujuan
yang berbeda maka mereka akan mengembangkan risk appetite yang berbeda
pula, mengikuti tujuan yang ditetapkan. Sebagai catatan, manajemen dan board
harus sangat paham trade-off dari risk appetite yang ditetapkan,
baik risk appetite tinggi maupun rendah, sehingga tidak salah langkah.
Ini penting!
Kedua, mengkomunikasikan risk
appetite. Ada banyak pendekatan dalam mengkomunikasikan risk appetite.
Salah satunya adalah menetapkan seluruh risk appetite dalam bentuk pernyataan
dari board yang dideskripsikan dengan jelas dan dapat dipahami oleh
unit-unit di dalam organisasi guna mengelola risiko masing-masing unit yang
sejalan dengan risk appetite tersebut.
Terakhir, memantau dan memperbarui risk
appetite. Ketika risk appetite telah dikomunikasikan, maka manajemen
dibantu oleh board perlu melihat lagi dan menguatkan lagi risk
appetite tersebut. Artinya, risk appetite tidak boleh diperlakukan
semena-mena, tidak hanya sebuah dokumen formalitas semata, ditetapkan lalu
ditinggalkan sendirian begitu saja tanpa perhatian lebih lanjut. Kebalikannya, risk
appetite harus direviu dan disinergikan dengan kinerja operasional
organisasi, terutama jika terjadi perubahan-perubahan yang besar di dalam
organisasi. Kegiatan ini dapat juga dibantu oleh auditor internal. Sebagai
tambahan, ketika melakukan pemantauan risk appetite, harus difokuskan
pada penciptaan kultur risk-aware dan konsisten dengan tujuan
organisasi.
Nah, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, yang diperlukan dalam risk appetite adalah membuat
pernyataan risk appetite. Terdapat lima karakteristik membuat pernyataan
risk appetite yang efektif, diantaranya:
- Menyatu dengan tujuan organisasi,
- Adanya sarana untuk memonitor risiko,
- Ditetapkan dengan kecermatan/ ketelitian yang cukup,
- Dukungan SDM, proses, dan infrastruktur untuk mencapai tujuan dengan range risiko yang diterima,
- Menetapkan risiko toleransi yang diterima, dengan mengidentifikasi parameter dari risiko yang diterima.
Berbicara tentang risk appetite,
tak dapat dilepaskan dari istilah lain yang tak kalah terkenalnya, risk
tolerance. Risk tolerance berhubungan dengan risk appetite
namun terpisah oleh hal yang fundamental, risk tolerance
merepresentasikan penerapan risk appetite dari suatu tujuan. Nah, risk
appetite seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, ditetapkan oleh board.
Sedangkan risk tolerance lebih praktikal dan operasional. Risk
tolerance harus diekspresikan dengan cara:
- Dilakukan mapping dengan ukuran yang sama dengan ukuran kesuksesan yang digunakan oleh organisasi.
- Diaplikasikan pada keempat kategori tujuan yaitu stratejik, operasional, pelaporan, dan kepatuhan.
- Diimplementasikan oleh personil operasional di dalam organisasi.

Referensi utama: Kristina Narvaez, Risk
Appetite and Risk Tolerance – Critical Component of Effective ERM Program,
ERM Strategies, LLC
Sumber gambar: readmt.com
http://tatakelola.co/manajemen-risiko/mengenal-risk-appetite-kemudian-terapkan-di-organisasi-anda/
Komentar