Prinsip tata Pemerintahan yang sempurna
Jauh sebelum terbitnya ilmu admimistrasi di Amerika tahun 1927, sekitar tahun 620 an Rasulullah telah diajarkan atau diwahyukan tentang tata pemerintahan.
1. Kriteria seorang pemimpin yg berilmu dan kesempurnaan fisik atau ahlak
khususnya bagaimana Allah menekankan kriteria seorang pemimlin. Allah yang memberikan kekuasaan kepada seorang penguasa. Yang dipilih oleh Allah adalah orang yang memiliki 2 kriteria yakni, Ilmu yang luas (Pengetahuan) dan Tubuh yang perkasa (kesehatan jasmani). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Quran surat Al Baqarah ayat 247.
"Nabi mereka mengatakan kepada mereka : "sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab : "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup bayak?". Nabi mereka berkata : " Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan fisik yang perkasa" . Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha luas Pemberian-Nya lagi maha mengetahui.
Rasulullah SAW bersabda : "orang yang mengedepakan dirinya atas ummat Islam sedangkan dia mengetahui bahwa di antara mereka ada orang yang lebih layak dari dia maka dia benar-benar berkhianat kepada Allah, rasul-Nya dan ummat islam (Al-Ghadir, juz 8, hal. 291 dalam Ali Asgar Nusranti)
2. Sifat pemimpin yang amanah dan adil
Sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah amanah dan adil. Kedua hal inilah yang membuat kedudukan seorang pemimpin berada di urutan ketiga setelah Allah dan Rasul untuk dita'ati. Sebagaimana dijelaskan dalam Quran surat An Nisa' ayat 58-59
Alquran surat An-Nisā'ayat 58 - Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
3. Akuntabilitas
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan [apa yang akan ditulis itu], dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah [keadaannya] atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka [boleh] seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan [memberi keterangan] apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak [menimbulkan] keraguanmu, [Tulislah mu’amalahmu itu], kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, [jika] kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan [yang demikian], maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Baqarah : 282)
4. Menggunakan pedoman yang lurus dan benar
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya, dan Uli al-Amri diantara kamu. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasulnya (al-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)dan lebih baik akibatnya (Surat an Nisa ayat 59 )
Pemerintahan hanya Pengabdian
5. Pemerintahan hanya pengabdian
Mengemban tugas pemerintahan pada dasarnya bukanlah kedudukan, kekuasaan, atau ambisi peribadi, melaingkan suatu perkara untuk menerapkan hukum dan tatanan berbasis keadilan dan pengabdian kepada masyarakat serta untuk mencari keridaan Allah.
Nilai pemerintahan atau kekuasaan menurut Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib RA, lebih murah daripada harga alas kaki, dan beliau lanjutkan, demi Allah, aku lebih menyukai alas kaki ini daripada pemerintahanku atas kalian seandainya bukan demi menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan (Asgar, Hal 225)
6. Keadilan
Keadilan adalah tolok ukur kebijakan publik. Syahid Muthahahar menyebutkanPrinsip keadilan adalah salah satu tolok ukur islam dalam melihat sesuatu. keadilan adalah rangakaian sebab penentu hukum hukum islam, dan bukan bagian dari rangkaian musababnya. Jadi masalahnya bukan karena islam mengatakan sesuatu lantas sesuatu itu menjadi adil, melaingkan karena sesuatu itu adik maka Islam mengatakannya. Inilah makna bahwa keadilan itu menjadi tolok ukur bagi agama (Barrasi- Ijmali Mabani e Eqtesad e Islam dalam Ali Sagar Nustanti )
7. Pemenuhan kesejahteraan manusia
Islam dan sistem politik religiousnya senantiasa mengutamakan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan Pemenuhan kebutuhan materi yang merespon semua kebutuhan sosial demi tercapainya kebahagiaan dan ketentraman yang hakiki. Dalam Nahj al-balaghah khotbah 131 beliau menyebutkan bahwa tujuan pemerintahan islam adalah membenahi negeri dan menciptakan ketentraman bagi kaum tertindas.
Pewaris Nabi-Nabi (Al-'Anbyā'):105 - Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.
1. Kriteria seorang pemimpin yg berilmu dan kesempurnaan fisik atau ahlak
khususnya bagaimana Allah menekankan kriteria seorang pemimlin. Allah yang memberikan kekuasaan kepada seorang penguasa. Yang dipilih oleh Allah adalah orang yang memiliki 2 kriteria yakni, Ilmu yang luas (Pengetahuan) dan Tubuh yang perkasa (kesehatan jasmani). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Quran surat Al Baqarah ayat 247.
"Nabi mereka mengatakan kepada mereka : "sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab : "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup bayak?". Nabi mereka berkata : " Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan fisik yang perkasa" . Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah maha luas Pemberian-Nya lagi maha mengetahui.
Rasulullah SAW bersabda : "orang yang mengedepakan dirinya atas ummat Islam sedangkan dia mengetahui bahwa di antara mereka ada orang yang lebih layak dari dia maka dia benar-benar berkhianat kepada Allah, rasul-Nya dan ummat islam (Al-Ghadir, juz 8, hal. 291 dalam Ali Asgar Nusranti)
2. Sifat pemimpin yang amanah dan adil
Sifat utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah amanah dan adil. Kedua hal inilah yang membuat kedudukan seorang pemimpin berada di urutan ketiga setelah Allah dan Rasul untuk dita'ati. Sebagaimana dijelaskan dalam Quran surat An Nisa' ayat 58-59
Alquran surat An-Nisā'ayat 58 - Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
3. Akuntabilitas
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan [apa yang akan ditulis itu], dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah [keadaannya] atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka [boleh] seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan [memberi keterangan] apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak [menimbulkan] keraguanmu, [Tulislah mu’amalahmu itu], kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, [jika] kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan [yang demikian], maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Baqarah : 282)
4. Menggunakan pedoman yang lurus dan benar
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya, dan Uli al-Amri diantara kamu. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasulnya (al-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)dan lebih baik akibatnya (Surat an Nisa ayat 59 )
Pemerintahan hanya Pengabdian
5. Pemerintahan hanya pengabdian
Mengemban tugas pemerintahan pada dasarnya bukanlah kedudukan, kekuasaan, atau ambisi peribadi, melaingkan suatu perkara untuk menerapkan hukum dan tatanan berbasis keadilan dan pengabdian kepada masyarakat serta untuk mencari keridaan Allah.
Nilai pemerintahan atau kekuasaan menurut Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib RA, lebih murah daripada harga alas kaki, dan beliau lanjutkan, demi Allah, aku lebih menyukai alas kaki ini daripada pemerintahanku atas kalian seandainya bukan demi menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan (Asgar, Hal 225)
6. Keadilan
Keadilan adalah tolok ukur kebijakan publik. Syahid Muthahahar menyebutkanPrinsip keadilan adalah salah satu tolok ukur islam dalam melihat sesuatu. keadilan adalah rangakaian sebab penentu hukum hukum islam, dan bukan bagian dari rangkaian musababnya. Jadi masalahnya bukan karena islam mengatakan sesuatu lantas sesuatu itu menjadi adil, melaingkan karena sesuatu itu adik maka Islam mengatakannya. Inilah makna bahwa keadilan itu menjadi tolok ukur bagi agama (Barrasi- Ijmali Mabani e Eqtesad e Islam dalam Ali Sagar Nustanti )
7. Pemenuhan kesejahteraan manusia
Islam dan sistem politik religiousnya senantiasa mengutamakan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan Pemenuhan kebutuhan materi yang merespon semua kebutuhan sosial demi tercapainya kebahagiaan dan ketentraman yang hakiki. Dalam Nahj al-balaghah khotbah 131 beliau menyebutkan bahwa tujuan pemerintahan islam adalah membenahi negeri dan menciptakan ketentraman bagi kaum tertindas.
Pewaris Nabi-Nabi (Al-'Anbyā'):105 - Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.
Komentar