REKLAMASI KOTA MAKASSAR AKAN MENCAPAI 8.332 HA

RENCANA REKLAMASI KOTA MAKASSAR

Berdasarkan RTRW kota makassar tahun 2015-2025 (saat ini masih sementara dalam proses penetapan menjadi PERDA) direncanakan reklamasi kota makassar akan mencapai 8.332 Ha (dihitung berdasarkan Poligon rencana reklamasi menggunakan softwere GIS). Rencana Reklamasi ini diperuntukkan menjadi kawasan industri perikanan, kawasan campuran maritim, energi centre, pelabuhan, perkantoran, lapangan olah raga, kawasan campuran bisnis, kawasan campuran Pariwisata, dan kawasan campuran olah raga.

Keseluruhan rencana reklamasi tersebut akan menjadi kawasan yang sangat STARTEGIS di kota makassar, hingga saat ini telah menjadi destinasi investor yang sangat menarik. Karena RTRW KOTA MAKASSAR TAHUN 2015-2025 yang belum ditetapkan menjadi PERDA sehingga beberapa investor masih terkendala melakukan reklamasi atau penimbunan namun beberapa investor lokal telah melakukan penimbunan atau reklamasi dengan payung hukum tidak berdasarkan RTRW Kota Makassar.

Dengan luas rencana reklamasi mencapai 8.332 Ha, Pemerintah Kota Makassar diharapkan menyusun strategis yang lebih mementingkan pemanfaatan bagi kepentingan masyarakat yang setinggi-tingginya, mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan pantai dengan memperhatikan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian fungsi lingkungan. Yang sangat penting, menghentikan penguasaan wilayah laut tersebut oleh seorang atau kelompok tertentu untuk kepentingannya sendiri.

PENGATURAN TENTANG PENGGUNAAN TANAH
mengenai Pengaturan Tentang Penggunaan Tanah, Dalam hal ini dapat dilihat aturan hukumnya sebagaimana dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA yang menentukan bahwa Pemerintah diberikan kewenangan membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya :
a) untuk keperluan negara; b) untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c) untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; d) untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; dan e) untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

Kemudian pada ayat (2) dinyatakan bahwa berdasarkan rencana umum tersebut, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing- masing. Penjelasan umum UUPA (point II angka 8) ditentukan bahwa dengan adanya rencana (planning) tersebut maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara dan rakyat.

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 14 UUPA, diterbitkan Undang Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang disempurnakan dengan Undang Undang nomor 37 tahun 2007. Pasal 1 angka (3) Undang Undang Nomor 24 tahun 1992 disebutkan bahwa penatagunaan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Selanjutnya pada Pasal 14 ayat (2) diatur bahwa perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam. Dalam hal ini penatagunaan tanah merupakan bagian dari penatagunaan ruang.

Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 jo. Undang Undang Nomor 37 tahun 2007 tersebut belum operasional khususnya mengenai penatagunaan tanah. Oleh karena itu Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah. Pengertian dari penggunaan tanah menurut pasal 1 angka (3) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia.

PENGATURAN TENTANG KAWASAN PANTAI

dapat diuraikan dengan menjelaskan pengertian tentang kawasan pantai sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang didefenisikan sebagai sisi darat dari garis laut terendah dan merupakan bagian dari ruang daratan.

Kawasan pantai atau disebut juga dengan sempadan pantai menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Kawasan pantai atau semadan pantai tersebut termasuk salah satu bagian dari kawasan lindung (pasal 1 angka 6 keputusan peresident nomor 32 tahun 1990). Hal itu dapat dilihat dari penjelasan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah yang menjelaskan bahwa kawasan Lindung tersebut meliputi kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang mencakup kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, kawasan perlindungan setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan terbukit hijau termasuk di dalamnya hutan kota, kawasan suaka alam yang mencakup kawasan cagar alam, suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam yang mencakup taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, kawasan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam yang mencakup antara lain kawasan rawan letusan gunung api, gempa bumi, tanah longsor serta gelombang pasang dan banjir, kawasan lindung lainnya mencakup taman buru, cagar biosfir, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa dan kawasan pantai berhutan bakau.

Menurut ketentuan Pasal 14 Keputuasn Presiden Nomor 32 Tahun 1990, kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

Tentang pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah pada kawasan pantai tersebut, Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah menentukan bahwa terhadap tanah dalam kawasan lindung yang belum ada hak atas tanahnya dapat diberikan hak atas tanah, kecuali pada kawasan hutan, dengan catatan sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 13 bahwa penggunaan dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung atau kawasan budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah benteng alam dan ekosistem alami.
Dengan demikian, sekalipun tanah yang berada di daerah kawasan lindung, termasuk di dalamnya kawasan/sempadan pantai, maka kawasan tersebut tetap dapat diakui penguasaan oleh orang-orang atau badan hukum atas tanah tersebut, namun penggunaan atas tanah pada kawasan tersebut harus disesuaikan dengan fungsi kawasan dan juga ketentuan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah setempat.

Pemerintah kota makassar yang menempatkan dirinya sebagai NEGARA  yang mampu mengatur lahan reklamasi tersebut untuk kemaslahatan masyarakat kota makassar..Amiin

Ditulis di Makassar
15@pril2014
Edit, 16 April 2014
Referensi, draft RTRW Kota Makassar tahun 2015-2019 dan
Edi Sahputra : Tinjauan Hukum Terhadap Pengaturan Penguasaan Dan Penggunaan Tanah Di Kawasan Pantai Studi Di Kecamatan Medan Belawan, 2009

Komentar

Postingan Populer