POTENSI PERMASALAHAN DAN PENGEMBANGAN KOTA MAKASSAR SEBAGAI KOTA PANTAI
Potential Problems And Development Makassar as
Waterfront city
Jusman, S.Kel, M.Si (email:
jusman.global@gmail.com)
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Makassar adalah salah
satu kota di Indonesia sebagai Kota Tepian Pantai yang memiliki potensi
pembangunan yang sangat potensial dengan panjang pantai eksisting sekitar 35
km. Secara geografis Kota Makassar terletak pada koordinat 119º24'17'38” bujur
Timur dan 5º8'6'19” Lintang Selatan. Luas wilayah sebesar 175,77 km2.
terdapat 14 Kecamatan, 7 kecamatan diantaranya memiliki kawasan tepian pantai
yang telah diperuntukkan untuk kegiatan strategis. Kota Makassar berada pada
ketinggian antara 0 – 25 m diatas permukaan laut, dengan suhu antara 20 – 32
0C. Kota ini di lewati oleh 2 Sungai utama yatu Sunagi Tallo dan Jeneberang.
Jumlah Penduduk sebesar 1.33 Juta Jiwa pada tahun 2012.
Kawasan Tepian pantai Kota
Makassar selama 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan kecenderungan pertumbuhan
yang lebih cepat dibandingkan kawasan daerah-daerah sekitarnya di Kota
Makassar, baik secara demografis maupun ekonomis. Pertumbuhan ini ditandai
dengan pengembangan berbagai bentuk fisik bangunan yang berdiri di atas tanah
pantai, meningkatnya berbagai jenis kegiatan, adaanya kegiatan relakmasi yang
terus dilakukan tanpa mengikuti aturan teknis yang telah ditetapkan,
administratif maupun ekologis, sehingga kualitas lingkungan dan kehidupan
cenderung akan terancam, munculnya komplik sosial akibat penguasaan lahan oleh
orang-orang tertentu. Namun disisi lain adanya pertumbuhan kegiatan strategis
kawasan tepian pantai Kota Makassar telah memberikan manfaat yang cukup besar
terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Makassar baik berpengaruh langsung terhadap
PAD Kota Makassar maupun terhadap daya tarik investasi.
Berdasarkan arumentasi diatas
sehingga penelitian ini bermaksud untuk memberikan gambaran mengenai
potensi permasalahan pengembangan Kota Makassar sebagai kawasan kota
pantai/tepi air, ditinjau dari 7 (tujuh) parameter, yaitu (1) fisik lingkungan;
(2) flora dan fauna; (3) social, ekonomi dan budaya; (4) perumahan dan
Permukiman; (5) sarana dan prasarana; (6) otoritas kawasan dan (7) status
legalitas.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan
tulisan ini adalah memberikan gambaran karakteristik spesifik, permasalahan
dan potensi pengembangan Kota Makassar sebagai kota pantai/tepi air.
Sasaran tulisan ini adalah : sebagai BAGIAN dari
penyusunan pedoman teknis penataan kawasan kota pantai di Kota Makassar, yang
merupakan pelengkap peraturan perundang-undangan tentang penataan kota tepi
air; sebagai BAGIAN dari bahan penyusunan peraturan daerah dan rencana
detail/rinci tata ruang kota pantai di Kota Makassar.
Lingkup materi kajian dan
konsep yang diusulkan adalah :Mencakup 2 aspek, yaitu Potensi permasalahan dan
pengembangan, b) Mencakup 7 (tujuh) parameter, yaitu kondisi fisik
lingkungan; flora dan fauna; ekonomi, sosial dan budaya; perumahan dan
permukiman; sarana dan prasarana; legalitas serta pengelolaan kawasan
(otoritas); c) Bersifat khusus untuk
skala Kota Makassar, d) Tidak menyangkut ukuran teknis dan besaran.
II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2.1.
GAMBARAN KARAKTERISTIK KAWASAN PANTAI KOTA MAKASSAR
a) Karakteristik Sarana dan
Prasarana Lingkungan
- Mempunyai aksesibilitas yang sangat tinggi sebab dapat dicapai dari darat dan dari air, sehingga peran dermaga/pelabuhan menjadi titik pertumbuhan.
- Sistem drainase memerlukan penanganan relatif lebih rumit, karena merupakan daerah retensi yang sering tergenang air/banjir dan menjadi muara daerah hulunya;
- Pembuangan air limbah memerlukan penanganan khusus, karena muka air tanah yang tinggi serta menjadi muara daerah hulunya. Masyarakat cenderung membuang air limbah langsung ke badan air, baik dari kakus individu maupun MCK;
- umumnnya sampah dibuang/ditimbun di pinggir laut atau dibuang langsung ke laut sehingga sering menimbulkan bau serta menjadi sarang lalat dan nyamuk.
- Sistem penanggulangan bahaya kebakaran (sarana, prasarana, tata cara dan pedoman), khususnya di atas air memerlukan penanganan serius.
b) Karakteristik Pengelolaan
Kawasan
Zonasi
pada kawasan pesisir Kota Makassar Merupakan (1) Zona Pemanfaatan Khusus
(Wisata Bahari) yang terdiri dari Kawasan Pantai Akkarena, Tanjung Bayang dan
Pantai barombong. (2) Zona Konservasi yaitu pada daerah Estuaria Sungai
Jeneberang.
c) Karakteristik Status Hukum
(Legalitas)
Status
legalitas beberapa kawasan di kota pantai umumnya tidak jelas, terutama area
yang direklamasi secara swadaya oleh masyarakat. Pengakuan legal umumnya tidak
ada, tetapi pelarangan atau pengaturan juga tidak ada.
2.2. POTENSI PENGEMBANGAN
Potensi pengembangan
kawasan kota pantai dapat dibagi atas 7 (tujuh):
1.
Potensi
Fisik Lingkungan
- Merupakan dataran subur dan sebagian besar memiliki sumber daya mineral.
- Keunggulan lokasi kawasan yang mempunyai akses langsung ke air mengakibatkan percepatan pengembangan kawasan. Hal ini menjadikan kota pantai sering menjadi pusat pertumbuhan bagi wilayah yang lebih luas (hinterland).
- Tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam meninjau pemanfaatan badan perairan terhadap perkembangan kota, yaitu :
- Sifat fisik kawasan perairan menentukan adanya kesempatan untuk pengembangan kegiatan fungsional tertentu yang mempengaruhi jenis kegiatan kota.
- Beberapa kegiatan kota muncul sebagai akibat potensi perairan yang dapat dimanfaatkan dan di pihak lain beberapa fungsi kota dapat menimbulkan jenis pemanfaatan kawasan perairan dan pantai.
- Pada dasarnya kegiatan
reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan berikut:
- Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi pantai;
- Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi;
- Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi);
- Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional.
- Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan.
- Perkembangan kota sebagai implikasi berlangsungnya fungsi kota dan fungsi perairan, mempunyai beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut dapat menimbulkan jenis pemanfaatan kawasan perairan.
Hal itu memperlihatkan bahwa fungsi badan perairan
dengan fungsi kota dapat saling berpengaruh, fungsi badan perairan dapat
menjadi sebab maupun akibat perkembangan kota. Dengan mempertimbangkan watak
fisik badan perairan, maka dapat ditentukan fungsi perairannya. Fungsi badan
perairan dapat dibedakan antara kepentingan sosial masyarakat sebagai pemenuhan
kebutuhan air bersih dan kegiatan domestik lainnya, sedang fungsi lain adalah
untuk kepentingan ekonomi dalam skala luas sebagai sarana angkutan regional dan
pelabuhan ekspor/impor.
2. Potensi
Flora dan Fauna
- Jenis vegetasi spesifik seperti tanaman bakau dapat berfungsi untuk mencegah abrasi, serta menjadi pemandangan alami.
- Cocok bagi pengembangan perikanan darat (tambak) dan perikanan laut.
3. Potensi
Ekonomi, Sosial, dan Budaya
- Secara ekonomi, mempunyai potensi perkembangan kegiatan-kegiatan perkotaan seperti pusat industri perikanan, pusat kegiatan yang berkaitan dengan pelabuhan, pergudangan, pusat distribusi, komersial, perumahan, dsb; sehingga pada umumnya mempunyai pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari kota/kawasan lainnya.
- Memiliki potensi budaya seperti budaya masyarakat nelayan yang unik atau campuran dari berbagai jenis budaya-lokal dan asing yang memberi watak/karakter, sehingga dapat dikembangkan sebagai potensi wisata.
- Peninggalan sejarah dapat dijadikan obyek wisata potensial, dengan mempertimbangkan pelestarian cagar budaya (UU No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya).
4. Potensi
Perumahan dan Permukiman
- Merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah penyediaan perumahan sebagai akibat kekurangan/kesulitan lahan baru (semakin mahal, dan terbatas).
- Adanya perumahan di pinggiran air dan/atau di atas air merupakan potensi wisata yang perlu dikembangkan, seperti permukiman yang terdapat di Brunei Darussalam.
5. Potensi
Prasarana dan Sarana Lingkungan
- Sebagai tempat bertemunya darat dengan air, kawasan perkotaan pantai dapat diakses dari daratan maupun dari perairan, dan oleh karenanya sangat potensial, bila dipandang dari sudut transportasi dengan adanya pelabuhan atau dermaga.
- Adanya kanal yang membelah kota dari barat ke timur dan dua sungai besar yang bermuara di bagian utara dan selatan Kota Makassar merupakan potensi yang cukup besar untuk transportasi air, wisata air dan pengurangan kemacetan.
6. Potensi
Pengelolaan Kawasan
Hasil penelitian di Kota Makassar menunjukkan fungsi
kawasan kota pantai berpotensi sebagai berikut :
- Kawasan Pelabuhan laut
- Perdagangan dan jasa
- Energi Centre
- Kawasan Sejarah/Budaya
- Kawasan industri
- Kawasan bisnis
- Kawasan Rekreasi Pariwisata
- Pendidikan
7.
Potensi
Keberadaan Status Hukum (Legalitas) Kawasan
- Pengakuan terhadap lokasi tersebut akan mempermudah usaha penataan dan perbaikan lingkungan serta menjadikannya bagian integral rencana pengembangan tata ruang kota.
- Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai telah mendesak karena dikawasan tepian kota Makassar telah dilakukan reklamasi dengan memenuhi persyaratan administratif berikut:
- Sesuai RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi pantai;
- Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Walikota, baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi;
- Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi investasi);
- Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun regional.
2.3. KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN
Konsep
dasar rencana pengembangan kawasan kota pantai bertitik tolak dari pendekatan
dan strategi pengembangan kawasan.
a.
Pendekatan
Beberapa pendekatan
perencanaan dalam pengembangan kawasan kota pantai, antara lain:
1) Pendekatan
Komprehensif, merupakan pendekatan
perencanaan yang didasarkan pada rencana makro suatu kota pantai, sehingga
rencana pengembangan permukimannya harus merupakan turunan dari rencana makro
kota induknya.
2) Pendekatan
Front-Edge, merupakan pendekatan
perencanaan yang memanfaatkan keberadaan air sebagai bagian depan dari
bangunan, orientasi kegiatan penduduk, pintu gerbang kota, dsb.
3) Pendekatan
Partisipatorik, merupakan pendekatan
perencanaan yang melibatkan/ mengikutsertakan semua pelaku pembangunan
(pemerintah, swasta dan masyarakat setempat) dalam proses perencanaan kawasan
permukiman di kota pantai.
4) Pendekatan
Tekno-Ekonomis, merupakan pendekatan
perencanaan yang didasarkan pada pertimbangan inovasi teknologi, tetapi masih
dalam kelayakan ekonomi.
5) Pendekatan
Kultural dan Kearifan Masyarakat, merupakan
pendekatan perencanaan yang mempertimbangkan sosial-budaya komunitas masyarakat
di kawasan tersebut serta dengan mengembangkan potensi kearifan masyarakat
setempat dalam mengelola lingkungan alam dan lingkungan buatan.
b.
Strategi Pengembangan
Beberapa strategi
pengembangan yang dapat diterapkan antara lain :
1) Pengembangan
secara reklamasi, yaitu pengembangan kawasan
pantai yang ditujukan untuk mendapatkan lahan pengembangan baru melalui
pengurukan atau pengeringan. Strategi ini dipilih antara lain karena semakin
langkanya ketersediaan lahan perkotaan untuk mengakomodir pemenuhan kebutuhan
fungsi perkotaan seperti transportasi, drainase, permukiman, fasilitas umum dan
lain-lain.
2) Pengembangan
secara revitalisasi, yaitu pengembangan kawasan
pantai melalui cara pemugaran, konservasi (pelestarian) lingkungan maupun
penataan lingkungan. Pemilihan strategi ini didasarkan pada kondisi kawasan
dimana terdapat area yang kumuh (slum area) atau pada kawasan yang
berpotensi untuk pengembangan ekonomi, sosial atau budaya.
2.4. STRUKTUR PENGEMBANGAN
2.4. STRUKTUR PENGEMBANGAN
Struktur peruntukkan
kawasan kota pantai dapat diarahkan pada 7 (tujuh) pengembangan, yaitu :
Kawasan Komersial (Commercial Waterfront) :
Kawasan Komersial (Commercial Waterfront) :
Adapun
kriteria pokok pengembangan kawasan komersial di kota pantai adalah:
a. Harus mampu menarik
pengunjung yang akan memanfaatkan potensi kawasan pantai sebagai tempat
bekerja, belanja maupun rekreasi (wisata);
b. Kegiatan diciptakan tetap
menarik dan nyaman untuk dikunjungi (dinamis);
c. Bangunan harus mencirikan
keunikan budaya setempat dan merupakan sarana bersosialisasi dan berusaha
(komersial);
d. Mempertahankan keberadaan
golongan ekonomi lemah melalui pemberian subsidi.
e. Keindahan bentuk fisik
(profil tepi pantai) kawasan pantai diangkat sebagai faktor penarik bagi
kegiatan ekonomi, sosial-budaya, dll.
Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education, dan Environmental Waterfront) :
Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education, dan Environmental Waterfront) :
Kriteria pokok
pengembangannya adalah :
a. Memanfaatkan potensi alam
pantai untuk kegiatan penelitian, budaya dan konservasi;
b.
Menekankan pada kebersihan
badan air dan suplai air bersih yang tidak hanya untuk kepentingan kesehatan
saja tetapi juga untuk menarik investor;
c.
Diarahkan untuk menyadarkan
dan mendidik masyarakat tentang kekayaan alam tepi pantai yang perlu
dilestarikan dan diteliti.
d.
Keberadaan budaya
masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan pengelolaan lingkungan
didukung kesadaran melindungi/mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk
dinikmati dan dijadikan sebagai wahana pendidikan (keberadaan keragaman biota
laut, profil pantai, dasar laut, mangrove, dll).
e. Perlu ditunjang oleh
program-program pemanfaatan ruang kawasan, seperti penyediaan sarana untuk upacara
ritual keagaman, sarana pusat-pusat penelitian yang berhubungan dengan
spesifikasi kawasan tersebut, dll.
f.
Perlu upaya
pengaturan/pengendalian fungsi dan kemanfaatan air/badan air.
Kawasan Peninggalan Bersejarah (Historical/Herritage Waterfront) :
Kawasan Peninggalan Bersejarah (Historical/Herritage Waterfront) :
Kriteria pokok
pengembangannya adalah :
a. Pelestarian
peninggalan-peninggalan bersejarah (landscape, situs, bangunan dll) dan/atau
merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda (modern);
b. Pengendalian pengembangan
baru yang kontradiktif dengan pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan
karakter (ciri) kota;
c. Program-program pemanfaatan
ruang kawasan ini dapat berupa pengamanan pantai dengan pemecah gelombang untuk
mencegah terjadinya abrasi (melindungi bangunan bersejarah di tepi pantai), pembangunan
tanggul, polder dan pompanisasi untuk menghindari terjadinya genangan pada
bangunan bersejarah, dll.
Kawasan Wisata/Rekreasi (Recreational Waterfront) :
Kawasan Wisata/Rekreasi (Recreational Waterfront) :
Kriteria pokok pengembangan
kawasan rekreasi/wisata di kota pantai adalah :
a.
Memanfaatkan kondisi fisik
pantai untuk kegiatan rekreasi (indoor atau outdoor);
b.
Pembangunan diarahkan di
sepanjang badan air dengan tetap mempertahankan keber-adaan ruang terbuka;
c. Perbedaan budaya dan
geografi diarahkan untuk menunjang kegiatan pariwisata, terutama pariwisata
perairan;
d.
Kekhasan arsitektur lokal
dapat dimanfaatkan secara komersial guna menarik pengunjung.
e.
Pemanfaatan kondisi fisik
pantai untuk kegiatan rekreasi/wisata pantai.
Kawasan Permukiman (Residential Waterfront) :
Kawasan Permukiman (Residential Waterfront) :
Kriteria
pokok pengembangan kawasan permukiman di kota pantai adalah :
a. Perlu keselarasan
pembangunan untuk kepentingan pribadi (privat) dan umum;
b. Perlu memperhatikan tata
air, budaya lokal serta kepentingan umum.
c. Pengembangan kawasan
permukiman dapat dibedakan atas kawasan permukiman penduduk asli dan kawasan
permukiman baru.
d. Pada permukiman/perumahan
nelayan harus dilakukan upaya penataan dan perbaikan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan dan kawasan. Penempatan perumahan nelayan baru hendaknya
disesuaikan dengan potensi sumber daya sekitar dan “market” hasil budidaya
perikanan.
e. Program pemanfaatan kawasan
yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman penduduk asli (lama) antara
lain: revitalisasi/penataan bangunan, penyediaan utilitas, penanganan sarana
air bersih, air limbah dan persampahan, penyediaan dermaga perahu, serta
pemeliharaan drainase.
f. Program pemanfaatan kawasan
yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman baru antara lain : penataan
bangunan dengan memberi ruang untuk public access ke badan air,
pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi, pengaturan batas sempadan dari
badan air, program penghijauan sempadan, dll.
Kawasan Pelabuhan dan Transportasi (Working and Transportation Waterfront):
Kawasan Pelabuhan dan Transportasi (Working and Transportation Waterfront):
Kriteria pokok
pengembangannya adalah :
a. Pemanfaatan potensi pantai
untuk kegiatan transportasi, pergudangan dan industri;
b.
Pengembangan kawasan
diutamakan untuk menunjang program ekonomi kota (negara) dengan memanfaatkan
kemudahan transportasi air dan darat;
c. Pembangunan kegiatan
industri harus tetap mempertahankan kelestarian lingkungan hidup;
d.
Program pemanfaatan ruang
yang dapat diterapkan : pembangunan dermaga, sarana penunjang pelabuhan
(pergudangan), pengadaan fasilitas transportasi, dll.
Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront) :
Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront) :
Kriteria pengembangan
kawasan pertahanan dan keamanan di kota pantai :
a.
Dipersiapkan khusus untuk
kepentingan pertahanan dan keamanan bangsa-negara;
b.
Perlu dikendalikan untuk
alasan hankam dengan dasar peraturan khusus;
c.
Pengaturan tata guna lahan (land-use)
untuk kebutuhan dan misi hankam negara.
III. PENUTUP
Kesimpulan
III. PENUTUP
Kesimpulan
a.
Kedudukan Kota Makassar
merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dari beberapa kawasan lain di kota
induknya.
b. Kawasan pantai di Kota
Makassar diarahkan pada 8 (delapan) jenis pengembangan, yaitu :
·
Kawasan Pelabuhan laut
·
Perdagangan dan jasa
·
Energi Centre
·
Kawasan Sejarah/Budaya
·
Kawasan industri
·
Kawasan bisnis
·
Kawasan Rekreasi Pariwisata
·
Pendidikan
Saran
dan Rekomendasi
- Perlu disusun pedoman umum penataan ruang kawasan tepian pantai Kota Makassar dan pedoman teknis penataan ruang untuk seperti pedoman teknis penataan kawasan permukiman di kota tepi pantai; pedoman teknis penataan kawasan rekreasi, pedoman teknis reklamasi pantai dan lain-lain.
- Untuk dapat digunakan sebagai dasar pengembangan kawasan, maka konsep yang diusulkan ini perlu disesuaikan dengan kondisi spesifik setempat.
- Pengembangan kawasan tepian pantai Kota Makassar perlu mengantisipasi dampak timbal balik antara pembangunan fisik dan kerusakan bentang alam.
DAFTAR PUSTAKA DAN REFERENSI
Laporan Akhir, Pedoman Penataan Ruang Kawasan
Perkotaan Tepi Air di Indosesia, Direktorat Bina Tata Perkotaan
dan Tata Perdesaan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1998.
Laporan Akhir, Pedoman Penyelenggaraan
Pembangunan Perumahan Di Atas Air, Direktorat Jenderal Cipta
Karya, 1998.
Laporan Akhir, Penyusunan Standar Spesifikasi
Teknis Instalasi Penanggulangan Kebakaran pada Kawasan Perumahan Di Atas Air,
Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1998.
Laporan Akhir, Penyusunan Standar Spesifikasi
Teknis Perumahan Nelayan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1998.
Laporan Akhir, Model Perbaikan Lingkungan
Permukiman di Kota Tepi Air dengan Mengembangkan Kearifan Masyarakat dan
Nilai-nilai Tradisional, Puslitbang Permukiman, 2000.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman.
Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang.
Baharuddin Koddeng, 2011. Zonasi Kawasan Pesisir
Pantai Makassar Berbasis Mitigasi Bencana (Studi Kasus Pantai
Barambong-Celebes Convention Centre), Program studi pengembangan
wilayah kota Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
Komentar