Mengenal Pembangunan Kota yang Berkelanjutan (sustainable development)
Dua tantangan global terbesar saat ini adalah pengikisan kemiskinan dan penghentian degradasi lingkungan. Kedua tantangan ini sangat kompleks, saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kedua hal ini juga termaktub di dalam Millenium Development Goals, dimana masyarakat internasional telah membangun komitmen bersama untuk mengatasinya. Tujuan tersebut termasuk di antaranya penghapusan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, dan sekaligus memastikan keberlanjutan kehidupan. para pemimpin dunia juga telah menegaskan kembali komitmen mereka untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dengan memastikan tiga aspek utama -lingkungan, sosial, dan ekonomi- dalam pembangunan berada dalam sebuah keseimbangan tanpa saling mendominasi. Tercapainya ketiga aspek tersebut secara bersama-sama adalah prasyarat bagi tercapainya pembangunan berkelanjutan, dan pada akhirnya dapat menjamin fondasi keberlanjutan kehidupan umat manusia di planet yang semakin rapuh ini. Tak ketinggalan para pemimpin Indonesia juga selalu menyampaikan betapa pentingnya menyelaraskan kepentingan pembangunan dengan aspek pelestarian lingkungan dan memasukkan pertimbangan-pertimbangan sosial di dalamnya. Beberapa produk hukum perundang-undangan dan kebijakan pembangunan pasca Orde Baru, juga telah mengadopsi prinsip – prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Pengertian pembangunan kota yang berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai Pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Tantangan pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara untuk meningkatkan kesejahteraan sambil menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga sumber daya alam terbarukan dapat dilindungi dan penggunaan sumber alam yang dapat habis (tidak terbaharui) pada tingkat dimana kebutuhan generasi mendatang tetap akan terpenuhi. Pada umumnya pembangunan kota – kota si Indonesia belum menerapkan konsep sustainable cities. Sustainable city merupakan suatu konsep pembangunan dijadikan sebagai visi dari perencanaan yang ideal pada masa sekarang ini. Dimensi pengembangan kota secara berkelanjutan meliputi:
- Sustainable Urban Economy
- Sustainable Urban Society: social coherence and social solidarity
- Sustainable Urban Shelter; affordable housing for all
- Sustainable Urban Environment
- Sustainable Urban Access
- Sustainable Urban Life; building a livable cities
- Sustainable Urban Democracy; empowering the citizenry
Untuk mewujudkan kota yang sustainable tentu tidak lah semudah membalikkan telapak tangan saja, karena tujuan dari perencanaan suatu kota adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan warga kota, mengatasi masalah-masalah perkotaan, disinilah peran dari seorang engineer atau perencana dimana seorang perencana kota adalah mediator antara kelompok – kelompok kepentingan, yang menegaskan bahwa kesepaktan yang dicapai atas dasar bentuk tindakan. Seorang perencana juga sangat berperan dalam menemukan solusi dari konflik – konflik yang terjadi di masyarakt akibat dari perencanaan kota tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan agar perencanaan kota dapat diterima oleh m,asyrakat adalah dengancara melibatkan masyarakat didalam pembangunan, sehingga pembangunan juga dapat selaras dengan kepentingan dari masyarakat.
Konsep perencanaan kota yang berkelanjutan juga berkaitan dengan konsep kota yang berwawasan lingkungan, kota yang berwawasan lingkungan atau yang biasa disebut dengan green cities merupakan kota dimana di dalam kota tersebut terdapat area hijau yang dijadikan sebagi paru – paru kota, green cities merupakan kota yang infrastrktur yang ada sangat memperhatikan lingkungan, misalnya sistem drainase yang berwawaasan lingkungan, juga pembagian blok atau zoning yang dilakukan sangat memperhatikan dampak terhadap lingkungan
Contoh kasus ” dampak dari pembangunan kota Jakarta yang industrialis sebagai ibu kota negara”
Sejalan perkembangan kota Jakarta yang semakin pesat dan padat, pembangunan kota Jakarta tidak hanya dilihat dari kebutuhan dan kepentingan pemerintah daerah setempat dalam menempatkan dirinya sebagai Ibu Kota Metropolitan, tetapi juga harus mampu menunjukkan bagi perkotaan didaerah Indonesia bahwasanya Jakarta memang layak menjadi barometer yaitu dengan memadainya pra sarana dan sarana seperti pusat pemerintahan, pusat kedudukan negara, pusat bisnis, pariwisata, pendidikan dan sebagainya. Adapun bila kita tinjau perkembangan kota Jakarta yang sebagian besar dihasilkan pada saat pemerintahan orde baru, dengan penguasa rezim pemerintahan saat itu adalah konsep pembangunan ekonomi industrialisasi dan sentralisasi kebijakan yang bertumpu kepada stabilitas keamanan ternyata hanya menghasilkan keran-keran ekonomi yang mampet. Ironisnya, arah pembangunan waktu (masa orde baru ) itu cenderung memihak kepada para pemegang modal sehingga tentu saja beberapa konsep pembangunan kota saat itu melahirkan konsep yang tidak demokratis, tidak humanis dan tidak terintegrasi dengan dengan baik.
Masalah pembangunan kota di jakarta sebenarnya sudah muncul sejak kota itu terbentuk dan umunya masalah itu bukan lah hal yang baru, Baru beberapa tahun terakhir pasca jatuhnya rezim dan masuknya babak refomasi –yang sayangnya diikuti dengan krisis ekonomi berkepanjangan- muncul kesadaran bahwa pembangunan kota dengan pendekatan industrialisasi ternyata lebih banyak membawa permasalahan baru dan menimbulkan dampak lingkungan fisik maupun manusia
Dampak – dampak tersebut adalah sebagai berikut :
• pertama, terlihat indikasi bahwasanya pembangunan yang tidak terintegrasi dengan semua unsur baik para pengambil keputusan (pemerintah daearah), para pengguna fasilitas kota ( penduduk ) dan pemilik modal (investor) ternyata tidaklah saling mendukung, misalnya pembangunan (fisik) pariwisata versus pembangunan sosial yang semestinya terkait dengan pariwisata. Salah satu contoh kasus, misalnya, pada tempat rekreasi Ancol yang ternyata sampai ini saat kawasan kumuh kampung Bandan masih menjadi daerah dibawah garis kemiskinan.
• Kedua, pembangunan produk-produk tidak tepat guna saat masa orde baru yang saat itu lebih kental KKN-nya banyak mengabaikan aspek kemanusian, misalnya banyak jembatan peyebarangan yang tidak sesuai dengan lokasi keramaian dan daerah pemukiman, trotoar menjadi bisnis kalangan/oknum birokrasi pemerintah daerah sebagai obyek pemasukan dan sebagainya.
• Ketiga, sesuai dengan paradigma pembangunan pemerintahan saat itu yang cenderung sentralistis, konvensional dan mengandalkan kekuatan ekonomi dengan model pendekatan kapitalismenya telah mengubur dalam-dalam aspek keadilan dan pemerataan suatu realitas yang bertolak belakang dengan idealisasi trilogi pembangunannya, misalnya apartemen versus perumahan rakyat.
• Keempat, pembangunan yang mengutamakan penggunaan teknologi dan prestige dengan mengabaikan dampak teknologi terhadap lingkungan ekologi dan aspek teknis yang telah dipertimbangkan oleh para perencana. Contoh, pembangunan gedung pencakar langit dan apartemen didaerah resapan air dan wilayah ruang hijau kota.
Kesimpulan
Kita tentu sadar dengan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan tidak pembangunan yang hanya memperekaya diri dari pejabat – pejabat, bahkan seperti yang disebutkan diatas, telah dibuat perundang – undangan mengenai perencanan kota, Namun, sangat disayangkan bahwa seluruh komitmen tersebut tinggal hanya jargon dan komitmen kosong bila dilihat dalam praktek sehari-hari penyelenggaraan pemerintah saat ini. Di tengah kehancuran lingkungan dan krisis sosial saat ini, prioritas pemerintah masih ditempatkan pada pembangunan yang berorientasi semata-mata pembangunan ekonomi yang melayani kepentingan modal dan mengabaikan kepentingan lingkungan dan sosial dari publik yang lebih luas. Kegagalan model pembangunan ekonomi selama tiga dasawarsa di era Orde Baru ternyata masih dianut dan diyakini sebagai satu-satunya cara untuk membangun Indonesia, terutama untuk keluar dari krisis ekonomi saat ini. Jangankan menerapkan pembangunan berkelanjutan, pemberantasan korupsi sebagai hal yang paling hakiki dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, sebagai prasyarat bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan, negara kita masih berada dalam tahap yang paling tradisional.
Di atas semua itu, penjualan berbagai aset bangsa dan obral murah sumberdaya alam semakin menjadi-jadi. Himpitan ekonomi pasca krisis ekonomi 1997 sampai sekarang belum terpecahkan, masyarakat makin terjepit terlebih setelah beberapa subsidi dihapuskan, serta beban yang ditanggung makin berat. Ketahanan pangan rakyat dikompromikan dengan pengembangan budidaya ekspor perkebunan, dimana petani justru semakin tidak berdaya dengan membanjirnya produk-produk pertanian dari luar yang masih menikmati subsidi dari negaranya.Hukum kita, selain semakin tidak berdaya, justru hanya digunakan untuk melayani kepentingan penguasa dan pembenar bagi tindakan-tindakan yang mengakomodasi kepentingan modal, dan di satu sisi digunakan sebagai alat untuk menekan aspirasi masyarakat yang tidak sejalan dengan keinginan pemerintah. Di tengah himpitan masalah ekonomi dan sosial, rakyat masih berkeharusan menghadap meningkatnya represifitas aparat keamanan, khususnya bagi kelompok masyarakat yang berani bersikap dan berpikir kritis.
Kita sebagai mahasiswa calon engineer yang akan melanjutkan tongkat estafet dari para pemimpin, tentunya tidak bisa hanya diam dalam menyikapi hal ini, jika kita hanya diam besar kemungkinan kita akan mengikuti lingkaran setan yang ada dalam pembangunan kita, sehingga tidak akan terjadinya pembangunan yang berpihak kepada rakyat, mari kita tanamkan dalam diri kita bahwa segala sesuatu yang di embankan kepada kita adalah suatu amanah yang dipercayakan kepada kita, dan sekecil apapun yang kita lakukan kita harus memepertanggung jawabkannya kelak, semoga tulisan ini bermanfaat…amin (sumber : http://unlastnoel.wordpress.com/2009/04/06/65/)
Komentar